MAKALAH
FIQHI IBADAH
{ Sholat Jamak dan Sholat Qashar }
Dosen Pengampuh: H.SUDIRMAN,M.A.
DISUSUN OLEH
MUTMAINNAH : 19.1200.013
LISA SYAFRUDDIN : 19.1200.01
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
FAKULTAS TARBIYAH DAN ADAB
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan Mengucapakan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kehendak
nya saya telah dapat menyelesaikan makalah ini. meskipun banyak sekali
kekurangan dan kesalahan didalamnya, namun saya berharap bisa memberikan
sedikit penegtahuan tentang hal yang saya tulis ini.
Semoga makalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Saya menyadari bahwa dalam penuliasan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu Saya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga makalah ini dapat bernmanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
BAB
I. 4
PENDAHULUAN.. 4
A. Latar Belakang. 4
B. Rumusan Masalah. 4
C. Tujuan Pembahsan. 4
BAB
II. 5
PEMBAHASAN.. 5
A. Pengertian sholat jamak. 5
B. Pengertian Sholat Qashar. 6
C. Dasar Hukum Shalat Qashar. 14
D. Hukum Sholat Jamak. 16
E. Syarat - Syarat Sholat Qashar. 17
BAB
III. 18
PENUTUP.. 18
KESIMPULAN.. 18
SARAN.. 18
DAFTAR PUSTAKA.. 19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fiqh ibadah
merupakan pemahaman mendalam terhadap nash-nash yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang berkaitan dengan rukun-rukun dan syarat-syarat yang sah
tentang penghambaan diri manusia kepada Allah Swt. Dalam fiqh ibadah dikaji
beberapa sistem ibadah hamba kepada Allah Swt, yaitu tentang wudhu, tayamum,
istinja’, mandi janabat, shalat, zakat, puasa, haji dan dalil-dalil yag memerintahkannya.
Dan juga disertai contoh pelaksanaan semua ibadah yang dimaksud yang datang
dari Rasulullah Saw.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian shalat jamak?
2 .Apa pengertian shalat
qashar?
3. Apa sajakah hal-hal yang
membolehkan jamak?
4. Bagaimanakah hukum shalat jamak?
5. Apa sajakah syarat-syarat dari shalat qashar?
C.
Tujuan Pembahsan
1. Agar suapaya dapat memahami
apa itu shalat jamak.
2. Dapat memahami apa itu
shalat qashar
3. Mengetahui hal-hal yang
membolehkan jamak
4. Mengetahui dasar hukum shalat
qashar
5. Mengetahui syarar-syart
qashar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
sholat jamak
Shalat
jamak artinya mengumpulkan shalat. Maksudnya adalah mengumpulkan dua shalat
fardhu dan mngerjakan dalam satu waktu. Misalnya : shalat dhuhur dan ashar
dikerjakan diwaktu dhuhur atau waktu ashar.
Hadis
sahih riwayat Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih) dari Anas bin Malik:
عن أنس رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ارتحل قبل أن تزيغ الشمس أخّر الظهر إلى وقت العصر ثم نزل فجمع بينهما ، وإذا زاغت قبل أن يرتحل صلى الظهر ثم ركب . متفق عليه .
Syarat
diperbolehkannya shalat jamak:
Karena
bepergian dengan syarat :
a)
Bepergian yang dilakukan bukan untuk maksiat, misalnya : pergi umroh atau haji, silahturrrahmi, berdagang, dan
sebagainya.
b) Jarak bepergian sekurang-kurangnya 16 farsakh
= 80.640 km (dibulatkan 81 km), ada
yang berpendapat ± 138 km.
Karena
dalam keadaan ketakutan atau rasa khawatir yang sangat, misalnya : adanya
kekacauan, perang, dan sebagainya.
Shalat
yang boleh di jamak:
Shalat
yang boleh dijamak yaitu dhuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya. Sedangkan
subuh tetap wajib dikerjakan pada waktunya sendiri.
Jamak
dibagi menjadi dua:
Jamak Takdim
Mengumpulkan
dua shalat dan dikerjakan pada shalat yang pertama. Misalnya: Shalat dhuhur dan
ashar dikerjakan pada waktu dhuhur.
Jamak
Takhir
Mengumpulkan
dua shalat dan dikerjakan pada shalat yang kedua. Misalnya: Shalat dhuhur dan
ashar dikerjakan pada waktu ashar.
B. Pengertian Sholat Qashar
Shalat
Qashar artinya meringkas jumlah rakaat shalat, maksudnya rakaat shalat yang
empat, diringkas menjadi 2 rakaat. Sedangkan yang dua rakaat ada yang tiga
rakaat tidak boleh diringkas. Shalat-shalat lima waktu yang boleh diqasar yaitu Dhuhur, Ashar, dan Isya.
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا
“
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( Qs An Nisa : 101 )
Syarat
diperbolehkannya shalat qashar:
Karena
bepergian dengan syarat :
Bepergian
yang dilakukan bukan untuk maksiat, misalnya : pergi haji, umroh, silahturrrahmi, berdagang, dan lain-lain.
Jarak
bepergian sekurang-kurangnya 16 farsakh yaitu sama dengan ± 81 km, ada yang
berpendapat sama dengan ± 90 km,dan ada yang berpendapat ± 138 km.
Karena
situasi atau keadaan tidak aman, misalnya : karena adanya perang,
kerusuhan yang dilekukan oleh
orang-orang kafir, dan lain-lain.
Shalat
Jamak Qashar
Shalat
Jamak Qasar adalah mengumpulkan dua shalat fardhu dan mengerjakannya pada satu waktu dan sekaligus
meringkas jumlah rakaatnya. Contoh : Shalat dhuhur dan ashar dikerjakan pada
waktu ashar, dan masing-masing dikerjakan dua rakaat-dua rakaat.
Jamak
Qashar Takdim dan Takhir:
Shalat
Jama Qasar Takdim yaitu shalat dhuhur dan ashar dikerjakan pada waktu dhuhur,
dan masing-masing dikerjakan dua rakaat-dua rakaat. Atau shalat maghrib dan
isya, dikerjakan pada waktu maghrib, shalat maghrib tetap dikerjakan tiga
rakaat, sedangkan isya dikerjakan dua rakaat.
Shalat
Jama Qasar Takhir yaitu Shalat dhuhur dan ashar dikerjakan pada waktu ashar,
dan masing-masing dikerjakan dua rakaat, atau shalat maghrib dan isya
dikerjakan pada waktu isya, shalat maghrib tetap dikerjakan tiga rakaat,
sedangkan isya dikerjakan dua rakaat.
·
Hal – Hal yang Memperbolehkan Untuk Menjamak
Menjamak
shalat adalah salah satu keringanan dalam menjalankan kewajiban shalat yang
telah diberikan Allah kepada kita. Namun bukan berarti kita semua boleh untuk
menjamak shalat sesuka hati kapan pun kita mau. Terdapat beberapa kondisi atau
hal yang memperbolehkan untuk menjamak shalat seperti di bawah ini:
1.
Terdapat kesulitan
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah
menghendaki kemudahan atas kalian, dan tidak menghendaki kesulitan.” (QS.
Al-Baqarah [2]: 185)
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan
dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu suatu kesempitan dalam beragama.”
(QS. Al-Hajj [22]: 78)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ
“Sesungguhnya
agama ini mudah.” (HR. Bukhari no. 39)
Dan
juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا
“Mudahkanlah, jangan dipersulit.” (HR. Bukhari no. 69 dan
Muslim no. 1734)
2. Dalam perjalanan jauh
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلاَةِ الظُّهْرِ وَالعَصْرِ، إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak salat
Zuhur dan Asar ketika safar, ketika beliau berada di tengah perjalanan, dan
juga menjamak antara salat Magrib dan Isya.” (HR. Bukhari no. 1107)
3.
Hujan deras
Hisam
bin Urwah mengatakan,
أَنَّ أَبَاهُ عُرْوَةَ وَسَعِيْدَ بْنَ المُسَيَّبَ وَأَبَا بَكْرٍ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ الحَارِثِ بْنَ هِشَام بْنَ المُغِيْرَةَ المَخْزُوْمِي كَانُوْا يَجْمَعُوْنَ بَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ فِي اللَّيْلَةِ المَطِيْرَةِ إِذَا جَمَعُوْا بَيْنَ الصَّلاَتَيْنِ وَلاَ يُنْكِرُوْنَ ذَلِكَ
“Sesungguhnya
ayahnya (Urwah), Sa’id bin Al Musayyib, dan Abu Bakar bin Abdur Rahman bin Al
Harits bin Hisyam bin Al Mughiroh Al Makhzumi biasa menjama’ shalat Maghrib dan
Isya’ pada malam yang hujan apabila imam menjama’nya. Dan mereka tidak
mengingkari hal tersebut.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro 3: 169). Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat Irwa’ul Gholil no.
583)
4.
Sakit
Ibnu Taimiyyah berkata, “Hadits-hadits seluruhnya
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak shalat dengan
tujuan menghilangkan kesempitan dari umatnya. Oleh karena itu, dibolehkan untuk
menjamak shalat dalam kondisi yang jika tidak jamak maka seorang itu akan
berada dalam posisi sulit padahal kesulitan adalah suatu yang telah Allah
hilangkan dari umat ini. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa jamak karena
sakit yang si sakit akan merasa kesulitan jika harus shalat pada waktunya
masing-masing adalah suatu hal yang lebih layak lagi.”
5.
Selesai haid
Maksudnya
adalah ketika seorang wanita merasa bahwa haid yang dilaluinya telah selesai di
penghujung waktu ashar, maka wanita ini diperintahkan untuk segera bersuci dari
hadats besar. Kemudian tanpa membuang waktu lagi segera melaksanakan shalat
zuhur dan ashar yang belum dikerjakan itu, artinya bahwa shalat zuhurnya
dijamak ke ashar (jamak ta’khir). Begitu pula ketika wanita ini merasa
(mengetahui) bahwa darah haidnya sudah berhenti (kering) di waktu larut malam
(belum waktu subuh), maka dia dianjurkan untuk bersegera bersuci dari hadats
besar (haid)nya, apakah dengan cara mandi atau dengan tayamum. Kemudian segera
mengerjakan shalat magrib dan isya dengan cara jamak ta’khir.
6.
Tanah penuh dengan lumpur
Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan kepada mu’adzin pada
saat hujan,”Apabila engkau mengucapkan ’Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu
anna Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ’Hayya ’alash
sholaah’. Tetapi ucapkanlah ’Sholluu fii buyutikum’ [Sholatlah di rumah
kalian]. Lalu perawi mengatakan,”Seakan-akan manusia mengingkari perkataan Ibnu
Abbas tersebut”. Lalu Ibnu Abbas
mengatakan,”Apakah kalian merasa heran dengan hal itu. Sungguh orang yang lebih
baik dariku telah melakukan seperti ini. Sesungguhnya (shalat) Jum’at adalah
suatu kewajiban. Namun aku tidak suka jika kalian merasa susah (berat) jika
harus berjalan di tanah yang penuh lumpur.”
7.
Angin kencang dan hawa dingin
Dari
Ibnu Umar radhiyallahu ’anhu, beliau mengatakan,”
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُنَادِي مُنَادِيْهِ فِي اللَّيْلَةِ المَطِيْرَةِ أَوْ اللَّيْلَةِ البَارِدَةِ ذَاتَ الرِّيْحِ صَلُّوْا فِي رِحَالِكُمْ
”Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam biasa mengumandangkan adzan ketika malam yang
hujan dan malam yang dingin disertai angin kencang, lalu diucapkan ”shalatlah
di rumah-rumah kalian”
Syaikh
Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengatakan, ”Yang dimaksudkan dengan angin
kencang adalah angin yang di luar kebiasaan. Kalau angin cuma biasa-biasa saja
(angin sepoi-sepoi, pen) maka tidak diperbolehkan untuk jama’. Dan yang
dimaksudkan dengan angin yang membawa hawa dingin adalah angin yang menyulitkan
manusia.”
8. Sulit
menemukan air
Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni –Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah- menjelaskan, “Para pekerja atau petani jika di suatu waktu mereka
mengalami kesulitan, misalnya sulit mendapatkan air dan hanya diperoleh jauh
sekali dari tempat shalat. Jika
mereka menuju ke tempat tersebut untuk bersuci,
maka nanti akan hilanglah berbagai aktivitas yang seharusnya mereka
jalanin. Dalam kondisi semacam ini, mereka boleh menjama’ shalat. Lebih baik
mereka mengerjakan shalat Zhuhur di akhir waktu yaitu mendekati waktu ‘Ashar.
Nantinya mereka menjama’ shalat Zhuhur dan Ashar (yaitu jama’ suri), shalat
Zhuhur dijama’ suri dengan dikerjakan di akhir waktu, sedangkan shalat
‘Asharnya tetap dikerjakan di awal waktu. Akan tetapi, mereka juga boleh cukup
dengan tayamum jika memang harus memperoleh air yang tempatnya jauh. Mereka
nanti bertayamum dan mengerjakan shalat di waktunya masing-masing. Namun yang
lebih baik adalah melakukan jama’ suri seperti tadi dan tetap berwudhu dengan
air, ini yang lebih afdhol (lebih utama). Walhamdulillah.
9.
Wanita yang sering dikencingi anaknya
Al Qadhi Abu Ya’la mengatakan, ”Semua alasan yang menjadi
sebab bolehnya meninggalkan shalat Jumat dan shalat jamaah adalah alasan yang
membolehkan untuk menjamak shalat. Oleh
karena itu, boleh menjamak shalat karena hujan, lumpur yang menghadang di
jalan, anging yang kencing membawa hawa dingin menurut pendapat yang nampak
pada Imam Ahmad. Demikian pula dibolehkan menjamak shalat bagi orang sakit,
wanita yang mengalami istihadhah dan wanita yang menyusui (yang harus sering
berganti pakaian karena dikencingi oleh anaknya)”.
10. Lokasi air jauh
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan
bahwa para pekerja industri dan petani apabila pada waktu tertentu mengalami
kesulitan (masyaqqah) , seperti lokasi air yang jauh dari tempat pelaksanaan
shalat.
Sehingga
jika mereka pergi ke lokasi air dan bersuci bisa mengakibatkan hilangnya
pekerjaan yang dibutuhkan.
Jika
demikian kondisinya, maka mereka boleh shalat di waktu musytarak (waktu yang diperbolehkan
melaksanakan dua shalat) lalu menjamak (menggabungkan) dua shalat. (Majmû’
al-Fatâwâ, 21/458).
11.
Saat berperang
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
peperangan Tabuk, apabila hendak berangkat sebelum tergelincir matahari, maka
beliau mengakhirkan Dzuhur hingga beliau mengumpulkannya dengan Ashar, lalu
beliau melakukan dua shalat itu sekalian. Dan apabila beliau hendak berangkat setelah tergelincir matahari,
maka beliau menyegerakan Ashar bersama Dzuhur dan melakukan shalat Dzuhur dan
Ashar sekalian. Kemudian beliau berjalan.
Dan
apabila beliau hendak berangkat sebelum Maghrib maka beliau mengakhirkan
Maghrib sehingga mengerjakan bersama Isya’, dan apabila beliau berangkat
setelah Maghrib maka beliau menyegerakan Isya’ dan melakukan shalat Isya’
bersama Maghrib”.
Hadits
ini dikeluarkan oleh Abu Dawud (1220), At-Tirmidzi (2/438) Ad-Daruquthni (151),
Al-Baihaqi (3/165) dan Ahmad (5/241-242), mereka semua memperolehnya dari jalur
Qutaibah bin Sa’id : ” Telah bercerita kepadaku Al-Laits bin Sa’ad dari Yazid
bin Abi Habib dari Abi Thufail Amir bin Watsilah dari Mu’adz bin Jabal, secara
marfu.
“Sesungguhnya
mereka keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun
Tabuk. Maka adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan antara
Dzuhur dan Ashar serta Magrib dan Isya. Abu Thufail berkata :
‘Kemudian
beliau mengakhirkan (jama’ takhir) shalat pada suatu hari. Lalu beliau keluar
dan shalat Dzuhur dan Ashar sekalian. Kemudian beliau masuk (datang). Kemudian
keluar dan shalat Maghrib serta Isya sekalian” (Imam Muslim (7/60) dan Abu
Dawud (1206), An-Nasa’i (juz I, hal 98), Ad-Darimi (juz I, hal 356),
Ath-Thahawi (I/95), Al-Baihaqi (3/162), Ahmad (5/237) dan dalam riwayat Muslim
(2/162) dan lainnya dari jalur lain)
12.
Istihadhah
Ibnu Taimiyyah berkata, “Hadits-hadits seluruhnya
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak shalat dengan
tujuan menghilangkan kesempitan dari umatnya.
Oleh karena itu, maka dibolehkan untuk menjamak shalat
dalam kondisi yang jika tidak jamak maka seorang itu akan berada dalam posisi
sulit padahal kesulitan adalah suatu yang telah Allah hilangkan dari umat ini.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa jamak karena sakit yang si sakit akan
merasa kesulitan jika harus shalat pada waktunya masing-masing adalah suatu hal
yang lebih layak lagi.
Demikian pula dibolehkan untuk menjamak shalat bagi
seorang yang tidak memungkinkan untuk melakukan bersuci yang sempurna di
masing-masing waktu shalat kecuali dengan kerepotan semisal wanita yang
mengalami istihadhah dan kasus-kasus semisal itu” (Majmu’ Fatawa 24/84).
Itulah
12 hal yang memperbolehkan untuk menjamak shalat. Meskipun diperbolehkan, namun
tidak boleh dilakukan secara rutin. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga
bermanfaat bagi kita semua.
C. Dasar Hukum
Shalat Qashar
Menurut
mazhab Syafi'i hukum shalat jama' dan qashar adalah jaiz (boleh), bahkan lebih
baik bagi orang yang dalam perjalanan dan telah mencukupi syarat-syaratnya.
Allah SWT berfirman :
Artinya:
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS An Nisa : 101)
Menurut
Pendapat jumhur arti qashar di sini Ialah: sembahyang yang empat rakaat
dijadikan dua rakaat. Mengqashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah
rakaat dari 4 menjadi 2, Yaitu di waktu bepergian dalam Keadaan aman dan ada
kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 rakaat itu, Yaitu di waktu
dalam perjalanan dalam Keadaan khauf. dan ada kalanya lagi meringankan
rukun-rukun yang 4 rakaat dalam Keadaan khauf di waktu hadhar.
Adapun
riwayat yang menjelaskan hal ini adalah sebagai berikut:
Dari
Ya’la bin Umayyah bahwasannya ia bertanya kepada Umar Ibnul Khaththab
radhiallahu ‘anhu tentang ayat ini seraya berkata: “’Jika kamu takut diserang
orang-orang kafir’, padahal manusia telah aman?”. Sahabat Umar radhiallahu
‘anhu menjawab: “Aku sempat heran seperti keherananmu itu lalu akupun bertanya
kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang hal itu dan beliau
menjawab:’(Qashar itu) adalah sedekah dari Allah kepadamu, maka terimalah
sedekah Allah tersebut.’” (HR. Muslim dan Abu Dawud dll).
Dari
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Allah menentukan shalat melalui lisan
Nabimu Shalallahu ‘Alaihi Wassalam empat raka’at apabila hadhar (mukim) dan dua
raka’at apabila safar.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud dll).
Dari
Umar radhiallahu ‘anhu berkata:”Shalat safar (musafir) adalah dua raka’at,
shalat Jum’at adalah dua raka’at dan shalat ‘Ied adalah dua raka’at.” (HR.Ibnu
Majah dan An Nasa’i dll dengan sanad dengan shahih).
Dan
Allah Ta’ala telah berfirman :
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu.”(QS al Ahzaab:21)
Berkata
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu : “Kami pergi bersama Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam dari kota Madinah ke kota Makkah, maka beliaupun shalat
dua-dua (qashar) sampai kami kembali ke kota Madinah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
D. Hukum Sholat Jamak
Shalat jamak merupakan shalat yang dilakukan
dengan cara menggabungkan dua waktu shalat menjadi satu waktu dengan ketentuan
sesuai hukum Islam. Dengan shalat jamak ini, maka memberikan kemudahan ketika
dalam perjalanan jauh. Jadi, tidak ada alasan bagi orang muslim untuk
meninggalkan kewajiban shalat.
Shalat jamak ini hanya bisa dilakukan untuk shalat
dzuhur, ashar, maghrib dan isya. Rasulallah saw juga pernah melaksanakan shalat
jamak saat melakukan perjalanan jauh maupun ketika menghadapi ketakutan. Hal
itu sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Artinya: “Dari
Ibnu Abas berkata bahwa Rasullullah saw pernah menjamak anatara shalat dzuhur
dan ashar ataupun shalat maghtim dan isya dalam satu waktu tanpa adanya rasa
takut dan bukan dalam perjalanan”
Shalat jamak ini terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Shalat Jamak Taqdim
Shalat jamak taqdim adalah shalat yang
menggabungkan dua shalat fardhu yang dilaksanakan di awal shalat yang pertama.
Misalnya, shalat dzuhur dan ashar yang digabungkan pengerjaannya di waktu
shalat dzuhur. Kemudian, shalat maghrib dan isya yang waktu pelaksanaanya
dilakukan di waktu shalat maghrib.
2. Shalat Jamak Takhir
Shalat jamak takhir adalah kebalikan dari shalat
jamak taqdim. Shalat jamak takhir merupakan dua waktu shalat yang digabungkan
di waktu shalat akhir atau yang terakhir dari dua shalat itu. Seperti, shalat
dzuhur dan shalat ashar yang waktu pengerjaannya dilaksanakan pada waktu shalat
ashar. Begitu pula dengan shalat maghrib dan isya yang pelaksanaannya ketika
waktu shalat isya.
E. Syarat - Syarat Sholat
Qashar
Syarat-syarat
qashar itu ada tujuh:
1.
Jarak kepergiannya sudah mencapai dua marhalah (sekitar 80,64 kilometer atau 82
kilometer menurut Al-Habib Zain bin Samith).
2.
Kepergiannya tidak karena dorongan maksiat.
3.
Mengetahui diperbolehkannya shalat qashar.
4.
Niat qashar ketika takbiratul ihram.
5.
Shalat yang qashar harus yang empat rakaat.
6.
Tetapnya (terus-menerus) bepergiannya hingga selesainya shalat.
7.
Orang yang mengqashar tidak boleh makmum dengan orang yang tidak mengqashar
walau pun dalam gerakan yang sedikit.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Shalat
jamak artinya mengumpulkan shalat. Maksudnya adalah mengumpulkan dua shalat
fardhu dan mngerjakan dalam satu waktu. Misalnya : shalat dhuhur dan ashar
dikerjakan diwaktu dhuhur atau waktu ashar.
Jamak
dibagi menjadi dua:
Jamak Takdim
Mengumpulkan
dua shalat dan dikerjakan pada shalat yang pertama. Misalnya: Shalat dhuhur dan
ashar dikerjakan pada waktu dhuhur.
Jamak
Takhir
Mengumpulkan
dua shalat dan dikerjakan pada shalat yang kedua. Misalnya: Shalat dhuhur dan
ashar dikerjakan pada waktu ashar.
Shalat
Qashar artinya meringkas jumlah rakaat shalat, maksudnya rakaat shalat yang
empat, diringkas menjadi 2 rakaat. Sedangkan yang dua rakaat ada yang tiga
rakaat tidak boleh diringkas. Shalat-shalat lima waktu yang boleh diqasar yaitu Dhuhur, Ashar, dan Isya.
SARAN
Demikian makalah tentang shalat jamak dan
shalat qashar.Semoga makalah ini dapat diterima dan dipahami oleh para pembaca,dan
juga membawa manfaat untuk kehidupan selanjutnya. Mohon maaf apabila ada
kekurangan dari makalah kami.
DAFTAR
PUSTAKA
2017. Sholat Jama dan Qash.
http://kelascarsipugm17.blogspot.com/2017/10/ringkasan-materi-sholat-jama-dan-qashar.html
https://dalamislam.com/shalat/hal-yang-memperbolehkan-untuk-menjamak-shalathttps://medium.com/@hendratgiovani/pengertian-dan-hukum-shalat-jamak-ec66d1cada79
Untuk belajar lebih lengkap tentang hukum fiqih dan penerapannya, silahkan kunjungi: Konsultasifiqih terpercaya
Postingan terkait:
—
April 15, 2022
—
Add Comment
—
Fiqih Ibadah
Belum ada tanggapan untuk "Sholat Jamak dan Sholat Qashar"
Posting Komentar