‘’AZAN, IQOMAH DAN SHOLAT’’
Dosen pengampuh : H. Sudirman, MA.
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7
Fahmi(19.1200.020)
MuhammadAmirsyam.j(19.1200.021)
PRODIPENDIDKANBAHASAARAB
FAKULTASTARBIYAH
INSTITUTAGAMAISLAMNEGERIPAREPARE
TAHUNAKADEMIK2020/2021
KATAPENGANTAR
بسماللهالرحمنالرحيم
Segala Puji dan Syukur kita selalu panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang masih memberikan kita segala Nikmat dan Karunia-Nya yang kita rasakan sekarang, sehingga kita dapat menjalankan aktivitas dan kewajiban sebagai umat Islam yakni menuntut Ilmu. Sehingga kami dapat menyelesaikan amanah untuk menyelesaikan sebuah tugas dari mata kuliah “fiqhi ibadah” dengan membahas sebuah materi yakni azan, iqomah dan sholat yang diamanahkan oleh Dosen H. Sudirman, MA. kepada kami.
Di dalam makalah ini kami akan membagi beberapa informasi yang kami dapat dari beberapa buku dan informasi yang ada diinternet yang kami jadikan sebagai referensi.
Mengingat kewajiban kita untuk selalu mencari ilmu, kami sebagai penyusun makalah berharap agar informasi yang didapat didalam makalah ini tidak menjadikan pembaca berhenti untuk mencari informasi-informasi yang lainnya. Dengan kata lain, kami berharap agar ilmu yang didapat dari makalah ini tidak dijadikan sebagai kesimpulan terakhir dalam belajar khususnya pada fiqhi ibadah.
Mengingat tak akan ada kesalahan kalau tidak diperbuat oleh manusia, kami sebagai penyusun makalah memohon maaf jika informasi yang kami tulis terdapat kesalahan dalam memahami apa yang kami baca, karena kesalahan bagi penutut ilmu itu adalah sesuatu yang wajar. Semoga makalah ini bisa dijadikan sebagai salah-satu referensi atau gambaran awal bagi kita semua dalam mengenal fiqhi ibadah. Juga, semoga makalah ini bisa memberikan sedikit ilmu tambahan bagi penulis khusunya dan para pembaca umumnya sebagai amal jariyah bagi penulis.
Pare-Pare, 27 April 2020
Penulis.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
Hal.
SAMPUL.................................................................................................................... i
KATAPENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTARISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
LatarBelakang................................................................................................. 4
RumusanMasalah............................................................................................. 4
TujuanPenulisan............................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
1.Hukum azan dan keutamaannya................................................................... 5
2.Cara azan dan iqomah.................................................................................. 8
3.Pengertian sholat dan dalilnya.................................................................... 10
4.Rukun, syarat wajib dan sahnya sholat...................................................... 17
5.Orang yang ingkar dan meninggalkan sholat............................................. 17
6.Efek sholat dalam membina alhlak seorang mukmin .....................................
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan................................................................................................ 20
B.Saran.......................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.LatarBelakang
Shalat merupakan rukun islam yang kedua, shalat adalah ibadah yang penting dan telah ditetapkan waktu pelaksanaannya. Allah berfirman, artinya : Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu) ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudia, apa bila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana biasan). Sungguh itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An Nisa` : 103).
Kedudukan shalat sangatlah penting sesuai hadist nabi:
رَأْسُ الأمْرِ الإسلامُ وَعَمُودُهُ الصلاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
Artinya :
“Pucuk urusan adalah Islam, Tiangnya adalah Sholat dan punuknya adalah Jihad”.
Shalat sendiri merupakan kewajiban terhadap individu yang mana tidak ada nama digantikan. Shlat juga merupakan kebutuhan ruhaniah yang mana untuk menjaga keseimbangan antara jasmani dan rohani.
Untuk mengetahui waktu shalat, Allah telah mensyariatkan adzan sebagai tanda masuk waktu shalat, berikut tata cara adzan dan hukum Islam berkenaan dengan adzan tersebut. Yang semuai ini, sangat penting untuk diketahui oleh kaum muslimin. Adzan dan Iqamah merupakan di antara amalan yang utama di dalam Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :“Imam sebagai penjamin dan muadzin (orang yang adzan) sebagai yang diberi amanah, maka Allah memberi petunjuk kepada para imam dan memberi ampunan untuk para muadzin.
B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Hukum azan dan keutamaanya
2. Cara azan dan iqamah
3. Pengertian shalat dan dalilnya
4. Rukun, Syarat wajib dan sahnya shalat
5. Orang yang ingkar dan meninggalkan shalat
6. Efek shalat dalam membina akhlak orang mukmin
C. Tujuan
Adapuntujuanpenulisdarimakalahiniyaitu:
1. Mengetahui hukum azan dan keutamaanya
2. Mengetahui cara azan dan iqamah
3. Mengetahui pengertian shalat dan Dalilnya
4. Mengetahui rukun, syarat wajib sahnya sholat
5. Mengetahui orang yang ingkar dan meninggalkan shalat
6. Mengetahui efek shalat dalam membina akhlak orang mukmin
BAB II
PEMBAHASAN
A.Hukum Adzan dan keutamaannya
1. Hukum azan
Adzan adalah pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat dengan lafazh yang khusus Hukumnya adalah wajib. Dari Malik bin al-Huwairits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا حَضَرَتِ الصلاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Jika telah tiba (waktu) shalat, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan untuk kalian. Dan hendak-lah yang paling tua di antara kalian mengimami kalian.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan adzan, dan perintah mengandung pewajiban sebagaimana yang telah diketahui. Dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama kami untuk memerangi sebuah kaum, tidaklah beliau berperang hingga datangnya pagi. Beliau menunggu, jika mendengar adzan, beliau tidak memerangi mereka. Sebaliknya, jika tidak mendengar adzan, maka beliau menyerang mereka.
B. Keutamaan azan
Dari Mu’awiyah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْمُؤَذِّنِيْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya :
Sesungguhnya para mu-adzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari Kiamat.”
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin ‘Abdirrahman bin Abi Sha’sha’ah al-Anshari kemudian al-Mazini dari ayahnya, dia mengabarkan bahwa Abu Sa’id al-Khudri berkata kepadanya, “Sungguh aku melihat engkau menyukai kambing dan gurun (pedalaman). Jika engkau berada di antara kambingmu atau di gurunmu, maka adzanlah untuk shalat dan keraskanlah suaramu dengan seruan itu. Karena sesungguhnya tidaklah jin, manusia, dan lain-lain mendengar suara mu-adzin melainkan mereka akan memberikan kesaksian baginya di hari Kiamat.” Abu Sa’id melanjutkan, “Aku mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
B. Bacaan Adzan atau cara azan dan iqomah
Seorang muadzin pastinya harus tahu lebih dahulu lafadz-lafadz apa saja yang akan dikumandangkan. Seorang muadzin bisa saja anak yang masih kecil, ataupun remaja, atau pun orangtua yang memang punya kewajiban untuk adzan dalam suatu masjid.
Oleh karena itulah semuanya harus tahu apa saja lafadz-lafadz yang dikumandangkan ketika adzan. Berikut ini adalah lafad-lafadz yang di baca ketika adzan :
٢ᵡ اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar 2x
(Allah Dzat Yang Maha Besar)
٢x أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ الله
Asyhadu anlaaa ilaaha illallaah 2x
(aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah)
٢x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah 2x
(aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah)
٢x حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
Hayya ‘alas shalaah 2x
(Mari laksanakan shalat)
٢x حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
Hayya ‘alal falaah 2x
(Mari menuju kemenangan)
للهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
(Allah Dzat Yang Maha Besar)
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
Laa ilaaha illallaah
(Tidak ada Tuhan selain Allah)
· Pengertian Adzan
Secara bahasa adzan berarti pemberitahuan atau seruan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At Taubah Ayat 3:
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ
“dan ini adalah seruan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia”
Adapun makna adzan secara istilah adalah seruan yang menandai masuknya waktu shalat lima waktu dan dilafazhkan dengan lafazh-lafazh tertentu.
Ulama berbeda pendapat tentang hukum Adzan. Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum azan adalah sunnah muakkad, namun pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan hukum adzan adalah fardu kifayah[3]. Akan tetapi perlu diingat, hukum ini hanya berlaku bagi laki-laki. Wanita tidak diwajibkan atau pun disunnahkan untuk melakukan adzan
· Syarat Adzan
1.Telah Masuk Waktu Shalat
Syarat sah adzan adalah telah masuknya waktu shalat, sehingga adzan yang dilakukan sebelum waktu solat masuk maka tidak sah. Akan tetapi terdapat pengecualian pada adzan subuh. Adzan subuh diperbolehkan untuk dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum waktu subuh tiba dan ketika waktu subuh tiba (terbitnya fajar shadiq).
2.Berniat adzan
Hendaknya seseorang yang akan adzan berniat di dalam hatinya (tidak dengan lafazh tertentu) bahwa ia akan melakukan adzan ikhlas untuk Allah semata.
3.Dikumandangkan dengan bahasa arab
Menurut sebagian ulama, tidak sah adzan jika menggunakan bahasa selain bahasa arab. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah ulama dari Madzhab Hanafiah, Hambali, dan Syafi’i.
4.Tidak ada lahn dalam pengucapan lafadz adzan yang merubah makna
Maksudnya adalah hendaknya adzan terbebas dari kesalahan-kesalahan pengucapan yang hal tersebut bisa merubah makna adzan. Lafadz-lafadz adzan harus diucapkan dengan jelas dan benar.
5.Lafadz-lafaznya diucapkan sesuai urutan
Hendaknya lafadz-lafadz adzan diucapkan sesuai urutan sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang sahih. Adapun bagaimana urutannya akan dibahas di bawah.
6.Lafadz-lafadznya diucapkan bersambung
Maksudnya adalah hendaknya antara lafazh adzan yang satu dengan yang lain diucapkan secara bersambung tanpa dipisah oleh sebuah perkataan atau pun perbuatan di luar adzan. Akan tetapi diperbolehkan berkata atau berbuat sesuatu yang sifatnya ringan seperti bersin.
7.Adzan diperdengarkan kepada orang yang tidak berada di tempat muadzin
Adzan yang dikumandangkan oleh muadzin haruslah terdengar oleh orang yang tidak berada di tempat sang muadzin melakukan adzan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengeraskan suara atau dengan alat pengerasa suara.
Hukum Iqamah
Hukum iqamah sama dengan hukum adzan, yaitu fardu kifayah. Dan hukum ini jugatidak berlaku untuk wanita
Ada dua cara iqamah [20]:
1. Dengan sebelas kalimat, yaitu :
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
1x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
1x حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
1x حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
2x قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
1x اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
1x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
1x حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
1x حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
2x قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
2. Dengan tujuh belas kalimat, yaitu :
4x اَللهُ اَكْبَرُ
2x اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
2x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
2x حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
2x حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
2x قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
2x اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
2x اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
2x حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
2x حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
2x قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
2x اَللهُ اَكْبَرُ
1x لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
Apakah yang Melaksanakan Iqamah Harus Orang yang Mengumandangkan Adzan?
Sebagian besar ulama’ mengatakan hukumnya adalah hanya anjuran dan tidak wajib, sebagaimana kebiasaan Sahabat Bilal, beliau yang adzan beliau pula yang iqamah. Dan boleh hukumnya jika yang adzan dan iqamah berbeda.
Shalat yang wajib dilaksanakan bagi setiap individu umat muslim yang mukallaf (balig dan berakal) itu ada lima waktu dalam sehari semalam. Yaitu shalat Shubuh, Dhuhur, Asar, Maghrib, dan Isya’.
Adapun dalil disyariatkannya terdapat dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits. Di antaranya adalah ayat-ayat dan hadis-hadis sebagai berikut.
1.Q.S. Ar-Rum/30: 17-18
فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ حِيْنَ تُمْسُوْنَ وَحِيْنَ تُصْبِحُوْنَ
Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari, (17)
وَلَهُ الْحَمْدُ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَعَشِيًّا وَّحِيْنَ تُظْهِرُوْنَ
dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu zuhur (tengah hari) (18)
Di dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii karya Dr. Mustafa Al-Bagha, Mustafa Al-Khan, dan Ali Asy-Syarbaji dikatakan sebagai berikut.
قال ابن عباس رضي الله عنهما: أراد بقوله: { حين تمسون } : صلاة المغرب والعشاء، { وحين تصبحون } : صلاة الصبح، { وعشياً } : صلاة العصر، { وحين تظهرون } صلاة الظهر.
Ibnu Abbas r.a. (sahabat Rasulullah saw. yang mendapatkan julukan Tarjumanul Qur’an/penerjemah Al-Qur’an dan ahli tafsir) mengatakan bahwa yang dimaksud firman Allah swt. (Hiina tumsuuna/pada petang hari) adalah shalat Maghrib dan shalat Isya’, firman (Hinna tushbihuuna/pada pagi hari) adalah shalat Shubuh, (wa Asyiiyyan/malam hari) adalah shalat Ashar, dan firman (wa hiina tudhiruun/pada waktu Zuhur) adalah shalat Dhuhur.
2.Q.S. An-Nisa/4: 103
اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Jadi, memang shalat itu dilakukan tidak sembarang waktu khususnya shalat wajib, ada waktu-waktu khusus melaksanakannya
Hadis riwayat Ibnu Abbas r.a.
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ….. (رواه البخاري)
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasannya Nabi saw. telah mengutus Muadz r.a. ke Yaman, lalu beliau bersabda kepadanya “Ajaklah mereka (penduduk Yaman) untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sungguh aku adalah utusan Allah, jika mereka menaatinya, maka beritahukan mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka lima shalat dalam sehari semalam…. (HR. Al-Bukhari)
3. Pengertian sholat dan dalilnya
a. Pengertian sholat
Sholat berasal dari bahasa arab yang artinnya ‘’do’a’’. Sedangkan menurut isltilah sholat adalah ibadah yang dimulai dengan bacaan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan mengucap salam dengan syarat dan ketentuan tertentu. Segala perkataan dan perbuatan yang termasuk rukun sholat mempunyai arti dan makna tertentu yang bertujuan untuk mendekatkan hamba dengan Penciptannya.
b. Dalil tentang sholat
Dalil tujuan pelaksanaan sholat terdapat dalam Al-quran surat (20:14) yang tertera sebagai berikut :
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي – 20:14
Artinya :
Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku. ( Surah Taha [20:14] )
Dalam surat Ta Ha (20:14) tersebut menjelaskan bahwa tujuan sholat adalah agar setiap hambanya senangtiasa selalu berdzikir kepada Allah. Arti berdzikir disini adalah selalu mengingat Allah dimanapun dan kapanpun. Seperti ketika kita takbir membaca ‘’ Allahuakbar’’ yang beratri Allah maha besar menjelaskan tentang keagungan Allah. Ketika hati kita selalu mengingat Allah membuat jiwa kita menjadi tenang dan tentram.
Dan juga Al Quran Surat (29:45)
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ – 29:45
Artinya :
Bacalah Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( Surah Al-‘Ankabut [29:45] )
Sedangkan dalam surat Al Ankabut (29:45) menyebutkan bahwa sholat mampu menghindarkan kita dari perbuatan keji dan mungkar. Dalam ayat tersebut berarti jika sholat kita baik, benar dan khusyuk, hal tersebut membuat nurani kita paham akan segala larangan yang diperintahkan untuk tidak dilakukan yang bisa disebut dengan kualitas ketaqwaan seseorang. Karena kualitas ketaqwaan seseorang akan selalu menjaga hati, lisan dan perbuatan dari niat menyakiti dan mendzalimi seseorang.
Adapun tujuannya adalah
menjadi dasar dan pedoman dari setiap aktifitas kehidupan manusia. Karena sholat adalah amalan yang pertamakali akan dihisap di akhirat kelak. Oleh karena itu sholat merupakan ibadah yang mengatur segala aktifitas baik itu diperintahkan maupun dilarang Tuhan. Aktifitas manusia berhubungan dengan Allah sebagai Tuhan penciptannya yang disebut habluminallah sedangkan aktifitas yang berhubungan dengan manusia disebut habluminannas.
Tujuan Allah menciptakan kita adalah untuk beribadah dengan amal kebaikan dan menyembah kepadannya. Menyembah disini berarti beribadah dan salah satunnya adalah sholat. Kita hidup didunia ini hanya sementara dan dari kehidupan di dunia inilah penentu kehidupan kita selanjutnya yaitu kehidupan akhirat yang merupakan kehidupan kekal selamannya. Amalan perbuatan kita yang akan menentukan kita akan masuk surga ataupun neraka yang menjadi tujuan hidup manusia sesungguhnya.
Al Quran Surah Al Baqarah ayat 45
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
Artinya : ”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”. (QS. Al Baqoroh : 45)
4. Rukun, Syarat wajib dan Sahnya Sholat
A. Syarat sahnya sholat
Menjalankan ibadah sholat juga harus dilakukan dengan ilmu. Artinya, anda harus tahu tentang syarat wajib sholat. Setiap muslim yang memenuhi syarat sahnya sholat wajib menjalankan ibadah sholat. Syarat sahnya shalat ini adalah sesuatu yang mana sebelum shalat, harus terpenuhi terlebih dahulu. Macam-macam dari syarat-syarat sah shalat ini adalah sebagai berikut:
1. Suci dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
Hadats kecil ini adalah segala sesuatu yang membatalkan wudhu, seperti kentut, buang air kecil dan besar . Adapun hadats besar adalah ketika mimpi basah atau junub (untuk laki-laki dan perempuan) dan haid, nifas, dan setelah melahirkan (khusus perempuan), dan untuk mensucikan-nya adalah dengan mandi besar atau mandi junub.
2. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat dari najis.
Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman :
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ
Wa tsiyaabaka fathahhir
Artinya:
“Dan pakaianmu bersihkanlah”QS. al-Muddatssir (74): 4
3. Menutup aurat.
Bagi laki-laki, aurat wajibnya adalah antara pusar dan dua lutut kaki. Sedangkan bagi perempuan aurat adalah seluruh anggota badan (tubuh), kecuali wajah dan dua belah telapak tangan.
4. Masuk waktu shalat ( yang telah ditentukan pada waktu shalat di wilayah masing-masing negara)
5. Menghadap ke arah kiblat .
B. Syarat wajibnya sholat
Sesudah tahu pengertian sholat serta syarat wajib sholat, anda harus tahu juga syarat sah solat. Dibawah ini beberapa syarat syah sholat untuk dipahami setiap muslim yang menjalankan kewajiban sholat, Syarat wajib shalat itu sendiri dimana, seseorang sudah atau harus berkewajiban untuk melakukan shalat ketika syarat-syarat wajib ini sudah atau telah terpenuhi semuanya. Adapun syarat-syarat yang menyebabkan seseorang terkena hukum wajib shalat adalah sebagai berikut ini:
1. Beragama Islam
2. Baligh.
Maksudnya, sudah cukup umur untuk melakukan segala sesuatu yang sifatnya wajib. Batas baligh bagi seorang anak laki-laki adalah ketika anak tersebut mengalami mimpi basah atau ketika anak tersebut berusia kurang lebih 15 tahun. Sedangkan bagi anak perempuan batas balighnya adalah ketika keluarnya darah haid atau sekitar umur 9 tahun.
3. Berakal sehat. Tidak dalam keadaan gila, atau kehilangan akal.
Orang yang gila atau mabuk, yang menyebabkan hilangnya akal, tidak diwajibkan untuk shalat. Seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat an-Nisaa’ (4) ayat 43, berikut ini:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡرَبُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمۡ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعۡلَمُواْ مَا تَقُولُونَ
Yaa ayyuhal ladziina aamanuu laa taqrabus shalaata wa antum sukaraa hattaa ta’lamuu maa taquuluun(a)…
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu (mendekati) shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan….”
4. Mumayyiz, mampu membedakan antara yang baik dan benar, yang benar dan salah serta yang halal dan yang haram.
A. Rukun Shalat
Setelah tahu tentang syarat sah sholat, sekarang akan dibahas tentang rukun sholat. Rukun sholat harus di jalankan saat sholat dan harus tertib.
1. Niat
2. Berdiri bagi yang mampu.
3. Selanjutnya membaca takbiratul ikram.
4. Setiap raka’at membaca surat al fatihah.
5. Ruku’ secara tuma’ninah.
6. I’tidal secara tuma’ninah.
7. Sujud secara tuma’ninah.
8. Duduk atara dua sujud secara tumaninah
9. Kemudian duduk tasyahud akhir
10. Dan membaca sholawat Nabi.
11. Membaca salam.
12. Tertib.
Sholat juga bukan hanya sholat wajib saja melainkan juga sholat sunnah. Sholat fardhu atau sholat wajib dijalankan 5 kali waktu dalam sehari dan wajib dikerjakan. Jadi, jika ditinggalkan akan berdosa dan jika dijalankan akan mendapat pahala. Sholat yang dikerjakan sebaiknya juga harus dilakukan dengan khusyu’ agar diterima Allah SWT.
Sedangkan sholat sunnah merupakan sholat yang lebih baik dikerjakan. Jadi, meskipun tidak wajib dikerjakan, namun alangkah baiknya dikerjakan sebagai penambah amal ibadah sebagai bentuk kecintaan terhadap Nabi Muhammad.
5. Orang yang ingkar dan dan meninggalkan sholat
Menurut ijmak ulama, orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya atau tidak mengakui bahwa shalat itu wajib. maka ia dihukumi kafir dan dihalalkan darahnya.
Konsensus ulama Islam di atas didasarkan kepada beberapa hadis Nabi SAW, antara lain; sabda Rasulullah SAW, “Perbedaan antara orang yang beriman dengan orang yang kafir ialah terletak pada shalat." (HR. Muslim. Abu Dawud. dan Ibnu Majah).
Pada kesempatan lain, Nabi SAW bersabda, "Fondasi agama itu ada tiga. Di atasnya dibangun Islam itu, siapa yang meninggalkan salah satu (saja) daripadanya maka ia dihukum kafir dan darahnya halal ditumpahkan. (Ketiga fondasi tersebut) ialah persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, shalat yang diwajibkan, dan puasa pada bulan Ramadan." (HR. Abu Ya’la).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah tidak mengafirkan orang yang meninggalkan shalat. Namun yang tepat dalam hal ini, Imam Syafi’i adalah di antara ulama yang menyatakan kafirnya.
kesimpulan bahwa dia tidak mengafirkan itu tidak secara nash dari beliau. Dan sebenarnya hanya kesimpulan dari para ulama madzhab Syafi’i karena melihat indikasi dari perkataannya, bukan dari perkataan Imam Syafi’i secara tegas.
Syafi'i tidak mengafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan. Demikian pula pendapat ulama madzhab Syafi’i.
, bagi orang yang mengingkari wajibnya shalat, maka tidak diragukan lagi bahwa orang tersebut jatuh kepada kekafiran. Ibarat sebuah bangunan yang tidak bertiang, tentulah bangunan tersebut akan roboh.
Orang-orangan yang Tidak Wajib Shalat
Ada beberapa orang yang tidak wajib untuk melaksanakan shalat, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Ahmad bin Abdulaziz al-Malibari dalam Fathul Mu’in (Surabaya: Kharisma, tt), hal. 36:
إنما تجب المكتوبة أي الصلوات الخمس على كل مسلم مكلف أي بالغ عاقل ذكر أو غيره طاهر فلا تجب على كافر أصلي وصبي ومجنون ومغمى عليه وسكران بلا تعد لعدم تكليفهم ولا على حائض ونفساء لعدم صحتها منهما ولا قضاء عليهما بل تجب على مرتد ومتعد بسكر.
“Bahwasanya shalat fardlu diwajibkan bagi semua kaum muslim yang mukallaf, dalam arti baligh dan berakal, baik lelaki maupun perempuan yang dalam keadaan suci. Maka shalat tidak wajib dilakukan oleh orang kafir asli, anak-anak, orang gila, ayan, dan mabuk yang tak disengaja, karena hilangnya sifat taklif dari mereka, juga bagi orang yang haidl, dan nifas karena mereka berdua tidak sah melaksanakan shalat, dan mereka tidak wajib meng-qadla-nya, berbeda dengan orang murtad dan orang yang sengaja mabuk, mereka wajib qadla.
HUKUM MENINGGALKAN SHALAT
Masalah ini termasuk masalah besar yang diperdebatkan oleh para Ulama pada zaman dahulu dan masa sekarang. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan, “Orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dengan kekufuran yang menyebabkan dia keluar dari Islam, dia diancam hukuman mati, jika tidak bertaubat dan tidak mengerjakan shalat.” Imam Abu Hanifah rahimahullah, Mâlik rahimahullah dan Imam Syâfi’i rahimahullah mengatakan, “Orang yang meninggalkan shalat adalah orang fasik dan tidak kafir”, namun, mereka berbeda pendapat mengenai hukumannya.
Menurut Imam Mâlik rahimahullah dan Syâfi’i rahimahullah, “Orang yang meninggalkan shalat diancam hukuman mati sebagai hadd”, sedangkan menurut Imam Abu Hanîfah rahimahullah, “dia diancam hukuman sebagai ta’zîr (peringatan), bukan hukuman mati.” Jika permasalahan ini termasuk masalah yang diperselisihkan, maka yang wajib bagi kita adalah mengembalikannya kepada kitâbullâh dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
karena Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
Tentang sesuatu apapun yang kamu perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allâh. [As Syûrâ/42:10]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman, yang artinya, “Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh (al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa/4:59]
Juga karena pendapat masing-masing pihak yang berselisih memiliki kedudukan yang sama, oleh karena itu masalah ini wajib dikembali kepada al-Qur’ân dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika kita kembalikan permasalahan yang diperbedatkan ini kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah, kita akan dapati keduanya menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat dengan kufur akbar yang menyebabkan ia keluar (murtad) dari Islam. Pertama :
Dalil Dari Al-Qur’an: Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةفَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّين
Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara saudaramu seagama.” [At-Taubah/9:11]
Juga firman Allâh Azza wa Jalla :
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
lalu datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak akan dirugikan sedikitpun. (Q.S Maryam : 59-60)
Sisi pendalilan pada ayat kedua, surat Maryam (yang menunjukkan orang yang meninggalkan shalat itu kafir) yaitu Allâh Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, “kecuali orang yang bertaubat, beriman …”. Ini menunjukkan bahwa mereka ketika menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, kondisi mereka tidak beriman.
6. efek sholat dalam membina akhlak seorang mukmin
Shalat Membentuk Akhlak Yang Sempurna
Setiap muslim hendaklah menyadari bahwa pelaksaan ibadah-ibadah mahdhah yang diperintahkan Allah; seperti shalat zakat, puasa, haji dan lain-lain, bukanlah hanya sekedar serangkain kewajiban yang jika dikerjakan mendapat pahala dan ditinggalkan mendapat dosa. Akan tetapi, lebih jauh lagi bahwa semua ibadah yang diperinthkan Allah tersebut, mengandung ajaran akhlak yang sangat sempurna, jika saja setiap orang yang mengerjakannya mau dan mampu menghayati setiap rangkaiannya.
Shalat, seperti yang dikatakan Rasulullah saw. dalam sebuah haditsnya bahwa ia adalah tiang agama. Agaknya, jika setiap muslim yang mengerjakan shalat, mampu menghayati setiap gerakan dan bacaan shalatnya tentulah agama Allah ini akan terlihat begitu sempurna dan kokoh oleh umatnya di hadapan semua manusia. Dengan menghayati dan mengamalkan shalat dengan sempurna, tentulah setiap umat Islam akan menjadi pribadi-pribadi yang sempurna dan memiliki akhlak sempurna serta menjadi patron bagi umat lain.
Dalam beberapa ayat-Nya, Allah menyebutkan betapa shalat sesungguhnya adalah suatu ibadah yang bisa membentuk manusia agar memilki akhlak yang sempurna. Misalnya dalam surat al-Ankabut [29]: 45
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam ayat di atas, Allah menegaskan bahwa shalat adalah suatu ibadah yang bisa mencegah manusia dari perbuatan keji (fakhsâ’) dan munkar. Fakhsâ’ adalah suatu perbuatan yang buruk dan mendatangkan keburukan, baik bagi pelaku maupun orang lain dan lingkungan. Salah satu di antaranya adalah zina yang Allah sebutkan sebagai perbuatan fakhsâ’ (lihat: Q.S. al-Isra’ [17]: 32). Sementara munkar adalah perbuatan yang tidak dikenal sebagai suatu kebaikan. Lawanya adalah ma’ruf (sesuatu yang dikenal sebagai kebaikan). Munkar bukan saja perbuatan yang melanggar aturan Allah, akan tetapi juga aturan yang buat dan dianggap baik di tengah suatu masyarakat, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Oleh karena itu, seorang yang benar-benar melakukan shalat dengan penuh penghayatan terhadap apa yang dilakukannya, pastilah dia tidak akan pernah melakukan suatu pelanggaran, baik terhadap aturan Allah maupun aturan masyarakat. Pastilah seorang yang benar-benar melaksanakan shalat, tidak akan pernah melakukan perbuatan yang membuat orang lain risih, tersinggung atau terusik. Bagaimana mungkin, seorang yang benar-benar melaksanakan shalat berani melanggar aturan Allah, sebab bukankah di awal shalatnya dia telah mengakui Kemahabesaran Allah melalui ucapan takbir? Begitu juga, bagaimana mungkin seorang yang benar-benar melaksanakan shalat akan melakukan sesuatu yang akan mengganggu dan mengusik ketenangan orang lain, sebab bukankah di akhir shalatnya dia menebarkan kedamaian, keselamatan dan ketenangan bagi orang di sekitarnya melalui salam?
Seorang yang benar-benar shalat akan menjadi manusia yang memilki akhlak sempurna dengan shalatnya, karena didasarkan kepada tujuan pelaksanaan shalat itu sendiri. Dalam surat Thaha [20]: 14 Allah swt berfirman
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
Begitulah tujuan shalat yang disebutkan Allah, yaitu agar manusia selalu ingat kepada-Nya. Jika seseorang selalu mengingat dan merasakan kehadiran Allah bersamanya, bagaimana mungkin akan berani melakukan suatu pelanggaran atau perbuatan dosa? Bukankah seseorang berani berbuat dosa dan melanggar suatu aturan, karana saat itu dia tidak menyadari kehadiran dan kebersamaan Allah dengannya?
Selanjutnya, jika manusia selalu mengingat dan merasakan kehadiran Allah bersamanya, maka Allah pun memberikan jaminan bahwa Dia akan selalu meningat dan menyertai hamba-Nya tersebut, dan tentu saja akan memberikan pertolongan kepadanya. Begitulah jaminan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 154
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) -Ku.”
Jika seseorang selalu mengingat dan merasakan kehadiran Allah bersamanya, Allah pun akan selalu menyertai hamba-Nya. Selanjutnya syaithan pun tidak akan pernah berani menggangu dan menggodanya. Bukankah perbuatan keji dan munkar itu bersumber dari godaan syaitan? Begitulah yang disebutkan Allah dalam surat an-Nur [24]: 21
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dengan demikian, jika seseorang benar-benar melaksanakan shalat, maka dia akan selalu merasakan kehadiran Allah bersamanya. Jika dia selalu merasakan kehadiran Allah, maka Allah pun akan selalu menyertainya dan memberikan pertolongan-Nya. Hal itulah yang membuat manusia terhindar dari segala perbuatan dosa, baik terhadap Allah maupun makhluk lain. Begitulah shalat membentuk manusia agar memiliki akhlak yang sempurna.
Ayat lain yang menegaskan bahwa shalat sebagai pembentuk manusia yang berakhlak mulia, adalah surat al-Ma’arij [70]: 19-23
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا(19)إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا(20)وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا(21)إِلَّا الْمُصَلِّينَ(22)الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ(23)
Artinya: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya
Jika seseorang benar-benar melaksanakan shalat dan menghayati setiap apa yang dibaca dan dilakukannya, pastilah dia akan terhindar dari sikap-sikap buruk yang disebutkan Allah di atas. Bagaimana mungkin seseorang yang benar-benar shalat akan keluh kesah jika ditimpa kesulitan, karena bukankah di awal shalatnya dia telah menyerahkan segalanya kepada Allah melalui do’a iftitah? (“Sesungguhnya shakatku, ibadahku, hidupku, matiku, semua telah aku serahkan kepada Allah”). Bagaimana mungkin seseorang akan kikir dan merasa angkuh, sombong, serta tidak butuh orang lain ketika mendapatkan ni’mat, sebab bukankah ketika shalat dia ruku’ dan sujud yang merupakan pernyataan akan kehinaan dan kelemahanya sebagai makhluk? Atau bukankah dia selalu menutup shalatnya dengan mendo’akan orang lain yang ada di sekitarnya agar memperoleh keselamatan dan kedamaian melalui ucapan salam sebagai bukti kepeduliannya kepada sesama?
Begitulah shalat yang jika benar-benar dihayati oleh setiap umat Islam, tentulah Islam dan umatnya akan menjadi panutan bagi seluruh makhluk. Betapa hari ini kita saksikan umat Islam belum bisa memberikan contoh akhlak yang sempurna kepada manusia lain, bahkan cendrung menjadi perbandingan negatif bagi peradaban yang dibangun manusia, salah satu jawabannya adalah bahwa setiap ibadah yang dilaksanakan umat Islam baru sebatas ritual yang bersifat rutinitas dan simbolik. Sehingga, ibadah yang serat dengan nilai-nilai luhur dan akhlakul karimah belum lagi mempu membentuk jiwa dan kepribadian mereka.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari Uraian di atas maka penulis tarik kesimpula sebagai berikut Kata adzan diambil dari bahasa Arab (اذان) yang artinya ( اعلان ) pengumuman dan مطلق الاعلام ) (yang artinya seruan yang sempurna. Sedangkan menurut Syara’ ialah seruan yang menandakan sampainya waktu shalat dengan lafadz yang telah ditentukan sebelumnya secara khusus.
Pada mulanya setelah adanya perintah untuk shalat belum ada adzan seperti yang sekarang ini, dahulu azan hanya untuk memberitahukan bahwa telah sampainya waktu shalat. Sejarah adzan pada mulanya hanyalah sebuah informasi bahwa waktu shalat telah tiba, setelah sahabat Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi RA mendengarkan lantunan adzan di dalam mimpinya maka menghabarkn ia kepada Rasulullah dan hingga kini adzan tersebut tidak berubah.
Sedangkan iqamah adalah penanda bahwa shalat akan segara dilaksanakan. Adzan dan iqamah sendiri merupakan sunah sebelum melakukan shalat. Untuk ibadah shalat sendiri seperti yang telah disebbutkan di atas terdapat 18 (delapan rukun), 3 (tiga) syarat wajib shalat dan 5 (lima) syarat sebelum shalat. Adapun kategori shalat juga terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu: fardu ‘ain, fardu kifayah, sunah dan sunahyang mengiringi shalat.
Untuk katergori khusus shalat ada 2 jenis, yakni: shalat untuk orang musafir dan shalat untuk orang yang sedang berperang (khauf).
B. SARAN
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Selain itu penulis berharap kepada penulis lainnya yang ingin menyusun makalah tentang Azan, iqomah dan sholat supaya membaca referensi-referensi lainnya supaya hasilnya lebih baik dan lebih jelas. Kami menyadari mungkin masih terdapat kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
_Al-Bajuri, Syeikh Ibrahim, 1999. Hasyiyah Al-Bajuri ‘Ala Syarhi Ibnu Qasim Al-Ghazi, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah.
Al-Ghazi, Muhammad Qasim, 1925. Fathul Qarib Al-Mujib, Jeddah: Al-Haromain,.
Muhammad, 1981. Mukhtarusshihah, Beirut: Darul Fikr.
Qudamah, Ibnu, 1985. Al-Mughni, jilid 2 Beirut: Dar ‘Alimal Kutub.
Syarif , Ali bin Muhammad, 1985. At-Ta’rifat, Beirut: Maktabah Lubnan.
Rasjid, Sulaiman, 1994. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo._
Belum ada tanggapan untuk "Azan, Iqomah, Dan Sholat"
Posting Komentar